Langganan:
Posting Komentar (Atom)
skip to main |
skip to sidebar
YANG TELAH BERLARI DIUJUNG WAKTU..... YANG MENEMUKAN PERMULAAN DARI AWALNYA
Mengenai Saya
- eb.32
- bertukar pikiran adalah perilaku yang paling menyenangkan. Membalikkan logika adalah keniscayaan, dan tidak ada yang lebih niscaya kecuali kita mampu membuktikan.
Arsip Blog
MATINYA PIKIRAN
MAAF..........
Jika kutemui banyak kepala
Yang terbakar renik aksara
Saat buku-buku menjadi mantra
Menggerakkan kaki dan tangan siaga
Seolah perubahan sudah didepan mata
Padahal pikiran-nya sendiri
Kini telah mati
Terselip diantara mimpi
Terhenti diujung jemari
Jika kutemui banyak kepala
Yang terbakar renik aksara
Saat buku-buku menjadi mantra
Menggerakkan kaki dan tangan siaga
Seolah perubahan sudah didepan mata
Padahal pikiran-nya sendiri
Kini telah mati
Terselip diantara mimpi
Terhenti diujung jemari
APA KABAR
Ada Seseorang
Yang tertipu oleh kesadaranya sendiri
Tercekam dan mati dikamar mandi
Seperti orang lucu yang pernah ada
Yang "TERBAKAR AMARAH SENDIRI"
Yang tertipu oleh kesadaranya sendiri
Tercekam dan mati dikamar mandi
Seperti orang lucu yang pernah ada
Yang "TERBAKAR AMARAH SENDIRI"
PERMULAAN DARI AWALNYA
Serpihan Hari
Sebutir embun tergelincir diteras rumah. Terpapah oleh dahan dan ranting-ranting pepohonan yang mulai meranggas. Musim kemarau ini menjadikan udara terasa sangat kering, membuat rongga nafas tersendak debu yang kian hari kian mengerak. Rumput-rumput tak lagi menghijau, meremukkan tubuhnya agar tak mati disuatu hari. Sementara burung-burung terpaku kumal dengan bulu-bulu yang lusuh. Kicau mereka terdengar begitu parau tertahan.
Sebuah meja makan ditengah ruangan terlihat sepi. Tak ada lagi riuh rendah suara anak-anak yang bercanda sambil berkejaran berebut makanan. Senyum manis yang biasanya melekat disisa-sisa ingatan, kini mulai lapuk terbawa angina musim yang terus berubah.
Ini adalah pagi yang gersang. Tak nampak lagi kepulan asap berkelok dari cangkir kopi panas diteras rumah karena tertimpa sinar matahari. Apalagi senyum seorang gadis cantik yang selalu menyuguhkan keluguan kasihnya dimeja-meja pengharapan. Hanya gurat kenangan yang sesekali masih terlihat membekas didinding-dinding rumah yang mulai retak. Terbebani oleh kesaksian yang mungkin terlalu menyakitkan. Hingga tembok-tembok retak itu berusaha tetap berdiri, meski diam, dan membisu batu.
Sebutir embun tergelincir diteras rumah. Terpapah oleh dahan dan ranting-ranting pepohonan yang mulai meranggas. Musim kemarau ini menjadikan udara terasa sangat kering, membuat rongga nafas tersendak debu yang kian hari kian mengerak. Rumput-rumput tak lagi menghijau, meremukkan tubuhnya agar tak mati disuatu hari. Sementara burung-burung terpaku kumal dengan bulu-bulu yang lusuh. Kicau mereka terdengar begitu parau tertahan.
Sebuah meja makan ditengah ruangan terlihat sepi. Tak ada lagi riuh rendah suara anak-anak yang bercanda sambil berkejaran berebut makanan. Senyum manis yang biasanya melekat disisa-sisa ingatan, kini mulai lapuk terbawa angina musim yang terus berubah.
Ini adalah pagi yang gersang. Tak nampak lagi kepulan asap berkelok dari cangkir kopi panas diteras rumah karena tertimpa sinar matahari. Apalagi senyum seorang gadis cantik yang selalu menyuguhkan keluguan kasihnya dimeja-meja pengharapan. Hanya gurat kenangan yang sesekali masih terlihat membekas didinding-dinding rumah yang mulai retak. Terbebani oleh kesaksian yang mungkin terlalu menyakitkan. Hingga tembok-tembok retak itu berusaha tetap berdiri, meski diam, dan membisu batu.
Menjumpai Pagi
SASMITA
MANUSIA ANAK JAMAN
Yang Ku Tahu
Perut selalu mendahului jiwa,
bukan pada ukuran nilai-nilai,
melainkan titik waktu
Yang Ku Mengarti
Manusia Bukan Sekedar
Pupuk Tahi Sapi Belaka
Tetapi
Dia Adalah Ladang
Yang Dipangkuannya Tersebar Benih
Perut selalu mendahului jiwa,
bukan pada ukuran nilai-nilai,
melainkan titik waktu
Yang Ku Mengarti
Manusia Bukan Sekedar
Pupuk Tahi Sapi Belaka
Tetapi
Dia Adalah Ladang
Yang Dipangkuannya Tersebar Benih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar